Click here for Myspace Layouts

Asta Tinggi

0

Posted by Pitaloka Yuniartiningtyas | Posted in

Oleh: Phietha Lobhert

Asta Tinggi merupakan kompleks makam para raja Sumenep, keturunan, dan kerabatnya. Asta tinggi terletak 2 kilo meter dari sebelah barat pusaran kota Sumenep. Asta Tinggi di bangun sekitar tahun 1750. Kompleks ini terdiri dari tiga bagian yang masing-masing mempunyai gerbang tersendiri.

Bagian pertama di sisi kiri terdiri dari kubah Bindoro Saud, kubah Pangeran Jimad, dan kubah pangeran Jiwo. Bagian ini berisi makam yang lebih tua, sehingga kita disyaratkan untuk memasuki kompleks ini terlebih dahulu.
Bagian Ke dua berada di tengah dan mempunyai bentuk yang paling indah. Di sini terdapat dua kubah makam yaitu kubah Sri Sultan A. Rahman dan Kubah panembahan Sumolo. Sedangkan bagian ke tiga merupakan bagian terlarang.
Walau bangunan ini sudah cukup tua (dengan usianya yang sudah sekitar dua ratus tahunan), namun bangunannya masih kokoh meski dalam perangkat bangunannya tidak memakai bahan semen sebagai pelekat dari jejeran batu batanya.
Asta Tinggi merupakan tempat yang dapat mempertemukan semua kalangan, yang notabenennya tidak dapat bertemu dalam konteks realitas kebudayaan yang terjadi.
Begitu pula dengan perbedaan status sosial, Asta Tinggi dapat menjadikan stratifikasi sosial melebur dalam posisi yang sejajar. Karena di Asta Tinggilah semua orang yang memilikiidentitas sosial itu,sama-sama memiliki status sebagai peziarah astanya raja dan kerabatnya. Sehingga perbedaan starata tidak ada lagi ada dalam area asta.

Menghilangkan Kebiasaan Carok dari Salah Satu Budaya Masyarakat Madura

0

Posted by Pitaloka Yuniartiningtyas | Posted in

Oleh: Phietha Lobhert

Carok adalah persambungan diri sebagai komunikasi akhir dengan mempergunakan senjata tajam (celurit) yang berupaya menjatuhkan lawan masing-masing untuk merebutkan sosial prestise sabagai imbalan dari simpanan tekanan perasaan yang dimiliki masing-masing pelaku. Setiapa orang yang bukan asli Madura akan beranggapan bahwa orang Madura tidak bersahabat, keras, dan tidak ramah. Dikarenakan mereka mendengar cerita budaya carok di Madura. Tetapi sebenarnya carok bukan bagian dari Budaya Madura melainkan ulah pelaku carok yang bermaksud menghilangkan aib akibat pola tingkah laku seseorang yang mungkin dianggap mencemarkan martabat harga diri keluarga dan pribadi. Jadi, sudah jelas jika carok bukanlah budaya Madura.
Jadi, soal carok itu bukanlah suatu kebiasaan atau budaya struktural. Sebab,belum tentu seorang yang dulu jagoan dan dikenal suka carok, lalu turunannya otomatis juga carok. Yang jelas, carok itu, menurut saya lebih didominasi pada masalah harga diri.

Carok itu bisa terjadi kepada siapa saja. Artinya, meski carok itu bukanlah tradisi atau menganut garis turunan, tapi kalau menyangkut harga diri, martabat keluarga yang dilecehkan, maka carok bisa jadi cara terbaik untuk menyelesaikan.
Contohnya, ada satu keluarga yang tidak carok, namun suatu ketika kepala keluarga itu tewas gara-gara dicarok. Hampir bisa dipastikan sang anak ketika kejadian masih kecil, pada saat dewasa akan melakukan perhitungan dengan si pembunuh orang tuanya.
Apa yang dilakukan si anak yang sudah dewasa itu bukanlah sikap balas dendam. Tetapi, merupakan pembelaan atas nama keluarga. Hal seperti ini bisa terjadi sampai mengakar. Karena itu, jangan heran, kalau mendengar cerita carok yang terjadi antar keluarga secara berkepanjangan, dan terkadang melibatkan antar kampung.
Banyak kalangan berpendapat bahwa kultur (sosial-budaya) suku Madura selama ini kurang menggembirakan. Karena anggapan itu, orang Madura sering dijadikan anekdot yang lucu-lucu, bahkan terkadang terkesan seram. Salah satu contohnya adalah anggapan bahwa orang Madura suka carok dan sulit diajak maju dan lain-lainnya. Padahal carok bukanlah budaya Madura, pandangan itu timbul dikarenakan anggapan bahwa orang Madura mudah tersinggung dan bertempramen tinggi serta mudah marah.
Namun semua itu akan berubah jika telah mengenal masyarakat Madura. Ekspresivitas, spontanitas, dan keterbukaan orang Madura, senantiasa termanifestasikan ketika harus merespon segala sesuatu yang dihadapi, khususnya terhadap perlakuan orang lain atas dirinya. Misalnya, jika perlakuan itu membuat hati senang, maka secara terus terang tanpa basa-basi, mereka akan mengungkapkan rasa terima kasihnya seketika itu juga. Tetapi sebaliknya, mereka akan spontan bereaksi keras bila perlakuan terhadap dirinya dianggap tidak adil dan menyakitkan hati.
Untuk itu sebagai masyarakat Madura kita harus mencerminkan sikap postif dan menggali potensi seni budaya Madura misalnya Topeng Dalang. Sehingga anggapan negatif akan hilang.
Membangun citra ini dimulai dengan menonjolkan hal-hal yang positif dari Budaya Madura. Untuk itu perlu dilakukan inventarisasi yang cermat nilai-nilai sosial budaya yang positif atau sering diistilahkan dengan nilai-nilai luhur. Nilai-nilai tersebut bisa kita temukan dalam pelbagai parebhasan, saloka, bangsalan atau paparegan yang banyak memuat “bhabhurughan becce’”.
Nilai-nilai ini perlu dipilah menjadi beberapa kelompok. Kelompok pertama adalah nilai-nilai yang perlu dilestarikan dan dikembangkan. Di antaranya adalah ungkapan-ungkapan : “Manossa coma dharma”. Ungkapan ini menunjukkan keyakinan akan kekuasaan Allah Yang Maha Kuasa. Selain itu, “Abhantal ombha’ asapo’ angen, abhantal syahadad asapo’ iman” Ungkapan ini menunjukkan berjalin kelindannya Budaya Madura dengan nilai-nilai agama Islam. Bahkan, penting dimasukkan “Bango’ jhuba’a e ada’ etembang jhubha’ e budi”.

Pergeseran Tradisi Molang Are

0

Posted by Pitaloka Yuniartiningtyas | Posted in

Oleh : Phietha Lobhert
Anak merupakan pewaris kebudayaan orang tuanya. Untuk itu tugas orang tualah untuk mentransferkan kebudayaan sebagai regenerasi norma, custom, pengetahuan, tradisi, kepercayaan, seni, teknologi, kekerabatan dan sebagainya kewpada sang anak. Mulus tidaknya proses mentransfer suatu kebudayaan tergantung kepada upaya orang tua sebagai guide yang menjadi aktor utama dalam mewarisi suatu kebudayaan. Selain peran orang tua, peran lingkungan juga menjadi sarana yang penting dalam proses transfer kebudayaan,misalnya lingkungan sekolah. Itulah salah satu kunci dalam mewariskan kebudayaan pada generasi penerus.
Salah satunya adalah ritual Molang Are yang merupakan tradisi masyarakat Madura. Molang Are merupakan tradisi selamatan kurang lebih empat puluh hari bagi kelahiran sang anak. Molang are pada umumnya empat puluh hari, namun pada anak perempuan ada yang kurang dari empat puluh hari sedangkan pada anak laki-laki ada yang lebih dari empat puluh hari. Tradisi masih tetap eksis, karena masih dilaksanakan sampai saat ini. Dalam dinamika budaya Molang Are secara formal, memiliki nilai religiusitas yang sarat akan makna agama, sebab di dalamnya terdapat semacam ritual keagamaan, seperti shalawat nabi, selamatan sebagai bentuk kekosongan diri seorang bayi atau anak dari bentuk segala dosa. Sang orang tua mengundang famili dan para tetangga layaknya selamatan yang terjadi di masyarakat pada umumnya.
Molang Are dalam pelaksanaannya tergantung pada kemampuan dari keluarga itu sendiri. Jadi, yang terpenting adalah harapan dan do’a orang tua kepada sang anak serta memperkenalkan suatu budaya kepada sang anak. Selain pembacaan shalawat adpun yang dilakukan yaitu pemberian nama kepada sang anak. Biasanya masyarakat Madura memberikan nama sesuai dengan tuntunan yang terdapat dalam Agama Islam ( mengambil dari Al-Qur’an).
Sesuai dengan perkembangan zaman, pastinya terdapat perbedaan dalam pelaksanaan Molang Are pada saat ini dengan sebelumnya. Jika dahulu, Molang Are dilaksanakan satu kali dan famili atau tetangga yang diundang langsung berkumpul. Namun saat ini tidak. Kini family atau tetangga tidak datang bersamaan, ,mereka datang ke rumah yang mempunyai selamatan dan langsung opulan tanpa melihat prosesi Molang Are. Jadi, meski Molang Are tetap eksis namun Molang Are telah mengalami pergeseran tradisi.

Alami yang Diciptakan oleh Tangan-tangan Terampil Orang Madura

0

Posted by Pitaloka Yuniartiningtyas | Posted in

Oleh: Phietha Lobhert
Daftar Pustaka: www.idegift.com

Salah satu bentuk karya seni yang telah menjadi budaya masyarakat Madura adalah batik Madura. Batik Madura banyak diminati oleh konsumen lokal maupun interlokal. Sebab batik Madura memiliki keunikan dan kekhasan tersendiri bagi para konsumennya misalnya corak, warna, dan ragamnya unik serta dilakukan personal atau secara satuan. Lagi pula batik Madura di produksi secara tradisional, diproses dan di buat secara tradisional bahkan menggunakan pewarna alami yang ramah lingkungan.
Untuk itu batik Madura memiliki nilai tersendiri di hati para konsumennya. Coba kita bayangkan jika jas yang kini dipakai oleh para pegawai menggunakan kain Madura pasti kita akan bangga. Dan itu tidak mustahil dapat terjadi.
Semua tergantung dari usaha kita, jadi sebagi generasi penerus marilah kita melestarikan kebudayaan ini. Ayo kita belajar membuat batik. Selain itu pihak sekolah juga memiliki andil demi lestarinya dan eksisnya batik Madura. Misalnya dengan membuat peraturan untuk para siswa agar memakai batik ke sekolah.
Selain itu yang tidak kalah pentingnya yaitu peranan Pemerintah. Misalnya memberikan modal pada pengrajin batik Madura agar meningkatkan produksinya. selain iti mengadakan pameran batik Madura untuk memperkenalkan batik Madura pada dunia.

Religius dan Budaya Madura

0

Posted by Pitaloka Yuniartiningtyas | Posted in

Oleh: Phietha Lobhert
Masyarakat Madura dikenal memiliki budaya yang khas, unik, stereotipikal, dan stigmatik. Identitas budayanya itu dianggap sebagai deskripsi dari generalisasi jatidiri individual maupun komunal etnik Madura dalam berperilaku dan berkehidupan. Kehidupan mereka di tempat asal maupun di perantauan kerapkali membawa ─ dan senantiasa dipahami oleh komunitas etnik lain atas dasar . Identitas kolektifnya itu. Akibatnya, tidak jarang di antara mereka mendapat perlakuan sosial maupun cultural. Secara fisik dan/atau psikis. Yang dirasakan tidak adil, bahkan tidak proporsional dan di luar kewajaran.
Berbagai deskripsi perilaku orang-orang Madura terbiasa diungkap dan ditampilkan. Misalnya, dalam forum-forum pertemuan komunitas intelektual (well-educated). Sehingga kian mengukuhkan generalisasi identitas mereka dalam nuansa tersubordinasi, terhegemonik, dan teralienasi dari “pentas budaya” berbagai etnik lainnya sebagai elemen pembentuk budaya nasional. Kendati pun setiap etnik mempunyai ciri khas sebagai identitas komunalnya, namun identitas Madura dipandang lebih “marketable” daripada etnik lainnya untuk diungkap dan diperbincangkan, terutama untuk tujuan mencairkan suasana beku atau kondisi tegang pada suatu forum pertemuan karena dipandang relatif mampu dalam menghadirkan lelucon-segar (absurditas perilaku).
Dalam konteks religiusitas, masyarakat Madura dikenal memegang kuat (memedomani) ajaran Islam dalam pola kehidupannya kendati pun menyisakan “dilema,” untuk menyebut adanya deviasi/kontradiksi antara ajaran Islam (formal dan substantif) dan pola perilaku sosiokultural dalam praksis keberagamaan mereka itu. Pengakuan bahwa Islam sebagai ajaran formal yang diyakini dan dipedomani dalam kehidupan individual etnik Madura itu ternyata tidak selalu menampakkan linieritas pada sikap, pendirian, dan pola perilaku mereka. Dilema praksis keberagamaan mereka itu, kiranya menjadi tema kajian menarik terutama untuk memahami secara utuh, mendalam, dan komprehensif tentang etnografi Madura di satu sisi, dan keberhasilan penetrasi ajaran Islam pada komunitas etnik Madura yang oleh sebagian besar orang/etnik lain masih dipandang (diyakini?) telah mengalami internalisasi sosiokultural, di sisi lain. Pemahaman demikian diharapkan dapat memberi kontribusi yang bermakna terutama bagi kejernihan dan kecerahan pola pandang elemen warga-bangsa.

Dilema About Love

1

Posted by Pitaloka Yuniartiningtyas | Posted in

Banyak orang mengatakan dengan cinta kita dapat hidup rukun. Namun menurutku dengan cinta kita dapat tak saling menyapa bahkan menjadi insan illahi yang tak saling kenal. Jadi, cinta itu tak selamanya positif karena terkadang cintalah yang menghancurkan kebahagiaan yang ada dalam hidup kita. Seandainya kita dapat berpikir lebih rasional saat cinta itu datang. Namun kurasa itu sangatlah sulit dikala cinta itu telah tiba, sangat sulit untuk menahan rasa itu hingga akhirnya benteng yang kita jaga dan bangun, dapat roboh dan hancur dan akhirnya kita terbuai denga keindahan sementara. Sifat dan sikap kita dapat berubah 360 derajat itupun karena cinta. Jadi, lihatlah cinta dari berbagai pandangan karena cinta memiliki sisi yang berbeda bahkan sangat berlawanan.
Namun bukan maksudku tuk menyalahkan cinta atas keburukan yang terjadi dalam muka bumi. Aku juga percaya karena cinta aku dapat berada di sini, di tempat yang penuh dengan kontrofersi atas praktik cinta. Disini aku hanya ingin agar muda-mudi yang sedang terbuai atas buaian cinta sadar bahwa setiap perbuatan pasti ada sebab dan akibat. Tak ku pungkiri bahwa aku juga pernah merasa begitu karena menurutku jika tidak pernah mersakan hal itu bisa dikatakan “tidak normal”. Jika berbicara tentang cinta, aku memang sedikit berbeda dengan remaja seumurku tapi karena aku adalah pendengar setia kisah kawan-kawanku jadi aku dapat menarik pelajaran dari apa yang mereka rasakan. Meski dalam praktiknya, aku tidak berpengalaman hhe… Tapi bukan berarti aku tak punya hati karena sedapat mungkin aku berpikir rasional, realistis, dan objektif.
Tapi aku dapat menempatkan pemikiranku dan tak selamanya prinsipku itu aku terapkan. Jadi, intinya pandai-pandailah menempatkan sesuatu hal. Waduh gaya banget bahasa gue * ya elah kata kata ini yang bisa ngerusakin suasana. Warning untuk seluruh remaja di muka bumi *ciela, jangan percaya dan terbuai atas rasa manis yang terdapat dalam cinta karena hidup kalian selanjutnya akan dipermainkan olehNYA.WASPADALAH WASPADALAH!

khayalan sang penyair

0

Posted by Pitaloka Yuniartiningtyas | Posted in

Butir-butir kisah kini mulai ditapaki
Perlahan mulai tampak perjuangan
Namun hasil belum juga menampakkan diri
Seiring kasih yang berjalan di sekelumit kehidupan yang naif
Sosok itu menunjukkan bayang-bayang diri
Kini Sang Pujangga kan terlepas dari kenaifan
Namun bisik relung hati berucap
Semua itu hanya fiktif belaka
Hanya khayalan Sang Pujangga

By: lobhert